Sabtu, 16 Februari 2013

Home Sweet Home


Home Sweet Home

          -Narita Airport-
Hari telah beranjak siang ketika Narita Airport mulai dipenuhi oleh pengunjung. Entah untuk menjemput, mengantar, melakukan perjalanan atau juga yang baru turun dari pesawat. Suasana bandara yang penuh sesak telah menjadi pemandangan tersendiri, yang pastinya hampir setiap hari dapat dinikmati.
Seorang pemuda berambut pirang, berkulit tan dengan kacamata yang bertengger di matanya terlihat baru keluar dari pintu terminal kedatangan luar negeri. Si pemuda memandang sekeliling sekilas, sebelum melambaikan tangan ketika melihat seseorang dengan kertas bertuliskan “Uchiha Naruto”. Pemuda bernama Naruto itu langsung menghampiri sang penjemput. Seorang pria berambut perak dengan masker yang menutupi hampir seluruh wajahnya dan hanya menyisakan sebelah mata yang terlihat tak bersemangat hidup.
“Moshi-moshi, Kakashi-san?” sapa Naruto pada pria itu. Hatake Kakashi.
Pria itu, Kakashi, melambaikan tangannya malas pada Naruto dan tersenyum dibalik masker hitamnya. “Hai, Naruto-kun, kau sudah tumbuh besar ya?” sapa sekaligus tanya mantan guru ilmubeladirinya semasa kecil itu. “Kukira kau tak akan mengenaliku setelah sekian lama, makanya aku membawa ini untuk berjaga-jaga.” Lanjutnya sambil melambai-lambaikan kertas yang dibawanya.
Naruto terkekeh mendengar ucapan Kakashi, ia segera melepaskan kacamata hitamnya dan memperlihatkan warna langit dari kedua matanya. “Tentu saja sangat mudah mengenalimu, Kakashi-san. Penampilanmu sama sekali tak berubah.”
Kakashi hanya sweetdrop mendengarnya, karena bagaimanapun ucapan Naruto memang benar adanya, penampilannya sama sekali tak berubah. Tak lama, matanya sepeerti mencari sesuatu dibelakang Naruto.
“iruka, tak bersamamu, Naruto-kun? Kudengar dia ikut denganmu ke Inggris.” Tanya Kakashi ketika tak menemukan sesuatu yang dicarinya.
Naruto terlihat agak terkejut mendengar pertanyaan Kakashi, namun ia buru-buru menutupi keterkejutannya. “Ah, Iruka-san masih ada urusan lain di Inggris, dia akan menyusul begitu urusannya selesai.” Jawab Naruto dengan nada yang semeyakinkan mungkin.
‘Usaha kerasku tak boleh gagal disini’
Kakashi yang melihat tingkah aneh Naruto memperhatikannya selama beberapa saat, ia curiga Naruto menyembunyikan sesuatu. Tapi akhirnya ia tak ambil pusing masalah itu, bagaimanapun Naruto memiliki privasinya sendiri.
“Baiklah, sekarang bisakah aku segera mengantarmu ke ‘rumah’-mu ?” tanya Kakashi mengalihkan pembicaraan.
“Osh. Aku sudah sangat merindukan rumah itu!”


Naruto segera memasuki rumah berlantai dua dengan arsitektur inggris itu, matanya terus mengawasi keadaan sekeliling rumah. Ada perasaan rindu yang menyeruak didadanya. Senyum terus mengembang diwajah tannya. Perlahan ia membuka pintu depan rumah tersebut, sebuah ruang tamu dengan tatanan yang elegan namun juga masih terasa kehangatannya segera menyapanya. Naruto menatap ruang tamu itu selama beberapa saat, mengenang masa lalunya selama di sana, kemudia melanjutkan langkah kakinya membawanya ke ruangan selanjutnya, ruang keluarga, dapur yang menjadi satu dengan ruang makan, lalu menaiki tangga ke lantai dua dimana kamar orang tuanya, dirinya dan saudara-saudaranya berada. Ia mengamati pintu kamar itu satu persatu lalu berhenti di kamar yang paling ujung. Kamarnya.
Ia terdiam didepan kamar itu selama beberapa saat, sebelum akhirnya meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Kamar dengan cat dinding berwarna biru langit dan bebrapa perabot berwarna orange menyambutnya. Ia segera mendudukkan dirinya di ranajng dengan sprei orange dan gambar rubah kesayangannya, tak lupa lambing Uchiha di kepala tempat tidur. Naruto terus melihat sekeliling kamarnya dengan perasaan rindu yang membuncah.
‘Rumah ini sama sekali tak berubah, masih sama seperti dulu saat kita masih bersama-sama…’
Naruto merebahkan dirinya diatas kasur empuk dan memejamkan matanya. Mengingat semua kenangan manis yang ia lewati bersama keluarganya. Ia tak perlu repot-repot membersihkan rumah ini karena terlebih dahulu ia telah meminta Kakashi untuk membersihkan rumah ini dan menyiapkan seluruh keperluannya. Tentu saja dengan tidak merubah dekorasi interior, semuanya harus sama seperti saat ia meninggalkan rumah ini tujuh tahun lalu.
Ia harus berterima kasih pada Kakashi yang telah membantunya dan bersedia menjadi walinya selama di Konoha. hari ini pun ditengah kesibukannya, ia masih bersedia menjemput Naruto dibandara dan mengantarkannya sampai rumah, walau setelah itu Kakashi harus buru-buru kembali ke kantor karena mendapat panggilan darurat. Naruto terkekeh kecil begitu teringat ekspresi panic Kakashi.
Naruto membuka kelopak tannya dan memperlihatkan kedua safirnya. Ia terdiam menatap langit-langit kamarnya.
“Kaa-san, Tou-san, aniki… aku merindukan kalian…”gumamnya kemudian. Setelahnya ia kembali mengenang masa lalunya, yang semakin lama menjadi lagu pengantar tidurnya dan mengantarkannya ke dunia mimpi.

*********

Seberkas sinar matahari pagi memasuki kamar bernuansa biru dan orange itu melalui sela-sela tirai jendela. Membuat sepasang safir terbuka dan menyapa langit-langit kamarnya yang berhias gambar awan nan lembut. Sang pemilik safir terdiam sebentar memandangi langit-langit kamarnya, sebelum kemudian bangkit dan meraih bingkai foto yang terletak dimeja kecil disamping tempat tidurnya. Dalam bingkai itu terdapat gambar dirinya beserta seluruh anggota keluarganya, tiga orang kakak lelaki dan kedua orangtuanya.
Sebagai anak bungsu, masa kecilnya teramat bahagia. Ia mendapat seluruh kasih sayang penuh dari kakak-kakak dan kedua orang tuanya. Setiap hari selalu dilaluinya dengan tawa maupun candaan bersama kakak-kakaknya. Sayangnya, kebahagiaan ini hanya belangsung hingga ia berumur 10 tahun, sebelum hari naas itu merebut seluruh kebahagiaannya.
10 tahun lalu sebuah kecelakaan maut telah menewaskan kedua orangtuanya, beberapa hari setelah pemakaman keluarganya menjadi tercerai berai karena diasuh oleh keluarga yang berbeda. Setiap hari ia selalu menangis ingin bertemu dengan ketiga kakaknya. Beberapa kali ia kabur dari rumah pengasuhnya dan pergi ke rumah keluarganya berharap ia akan menemukan kakak-kakaknya disana, namun yang ditemuinya hanya kekosongan. Tak ada satu orang pun di rumah itu. Yang ada kilasan-kilasan kenangan yang ada di rumah itu. Ia akan berada di rumah itu hingga sore menjelang, sebelum sang pengasuh, Iruka, menjemputnya dan membisikkan kalimat-kalimat yang menenangkannya.
‘Naru, kau harus kuat, aku yakin suatu saat kalian akan berkumpul lagi, mereka sangat menyayangimu, sangat, jadi kau harus tegar. Dengan menjadi kuat kau pasti bisa bersama kakakmu lagi.’
Itulah ucapan Iruka yang menjadi penyemangatnya hingga kini. Beberapa hari setelah peristiwa kaburnya yang terakhir kali, ia pindah ke Inggris mengikuti kerabat yang mengasuhnya.
Naruto menghela nafas panjang sebelum beranjak dari tempat tidur dan menyambar handuknya. Pagi ini ia membutuhkan penyegaran untuk menghilangkan kenangan buruk yang tiba-tiba menyergapnya. Dan ia memang membutuhkan tenaga full untuk menjalankan misinya hari ini. Bagaimana pun misinya hari ini harus sukses !


-       Mission 1 : Uchiha’s Corp –
Uchiha Corp. sebuah perusahaan yang  bergerak dibidang IT dan telah menguasai pasaran di seluruh Jepang, dan membuka cabang di beberapa Negara maju di dunia. Perusahaan ini termasuk salah satu perusahaan yang paling berpengaruh di Jepang, dan perkembangannya termasuk pesat terutama setelah di pegang oleh si sulung Uchiha.
Gedung pencakar langit yang merupakan gedung pusat Uchiha Corp ini terlihat menjulang dan megah bila dibandingkan dengan bangunan yang ada di sekitarnya. Arsitekturnya yang unik membuat gedung ini terlihat sangat berkelas.
Dan di lantai paling atas gedung itu, di sebuah ruangan luas dengan segala fasilitas mewah terlihat seorang pria tengah sibuk dengan setumpuk dokumen di mejanya. Di ujung meja tersebut terdapat papan bertuliskan ‘CEO of Uchiha Corp.’, sebuah jabatan tertinggi di perusahaan itu.
Pria dengan rambut hitam panjang yang di ikat rapi dibelakang kepalanya itu, sedang berkonsentrasi dengan dokumen perjanjian kerjasama dengan salah satu kliennya. Terbukti dengan kedua Onixnya yang terus menatap kertas di tangannya.
“Uchiha-sama !”
Namun konsentrasi si pria dengan garis halus di kedua sisi hidungnya itu terpecah oleh suara sang sekretaris melalui intercom.
“Hn”
“Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda.”
“Aku sudah bilang kan, saat ini aku seddang tidak bisa diganggu.” Sahut suara dingin sang direktur.
“Saya mengerti Uchiha-sama, tapi tu- ah tuan apa yang anda lakukan ? Uchiha-sama sedang tidak bisa-“
Percakapan lewat intercom itu terputus, kini perhatian pria bernama Uchiha Itachi itu tertuju pada keributan dibalik pintu ruangannya. Tepatnya ruangan sang sekretaris.
“Tuan, saat ini Uchiha-sama sedang tidak bisa diganggu !” seru sang sekretaris, konan, berusaha menghentikan –entah-apa-itu-yang-dilakukan sang tamu.
“Aku tak peduli, pokoknya aku ingin bertemu dengannya !”ujar sebuah suara yang belum pernah Itachi dengar sebelumnya tak mau kalah.
Dan tak lama setelah keributan itu pintu ruangannya terbuka diikuti dengan seorang pemuda dengan rambut pirang berantakan yang sedang berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman sang sekretaris, Konan. Itachi sempat melebarkan matanya selama sepersekian detik begiitu melihat sosok yang familiar dengan ingatannya itu.
“Maafka saya, Uchiha-sama ! saya akan segera membawanya keluar !”ujar Konan setelah mendapati tatapan dingin nan menusuk dari atasannya itu.
“Hn. Pergilah biar aku yang mengurusnya.”
Tanpa ba-bi-bu lagi Konan segera melepaskan tangan si tamu lalu membungkuk pada Itachi dan segera keluar dari ruangan itu. Naruto, si tamu, yang telah bebas langsung menatap sosok yang juga tengah menatapnya itu. Tak lama cengiran lebar terpampang diwajahnya.
“Ita-nii ! Naru kangen !” serunya sambil berhambur memeluk orang yang dipanggil ‘Ita-nii’ tadi.
Itachi yang mendapat pelukan dari sang adik yang sudah tujuh tahun tak ditemuinya itu segera memberikan balasan. Ekspresinya yang semula dingin dan terlihat angkuh kini berubah menjadi lembut. Ia tersenyum tipis sambil mengusap-usap punggung sang adik bungsunya itu dengan sayang.
“Nii-san juga merindukanmu, Naru-chan. “
Setelah puas melepas rindu dengan sebuah pelukan hangat, Itachi segera mengajak Naruto untuk duduk di sofa yang ada di ruangan itu.
“Kapan kau kembali dari London, Naru-chan ? kenapa tak mengabariku ? Aku kan bisa menjemputmu. Sampai kapan kau di Jepang ? ah, sebelum itu, bagaimana kabarmu ? kau sehat-sehat saja kan ?”tanya Itachi beruntun.
“Mou~~ kalau Nii-chan bertanya terus seperti itu bagaimana aku menjawabnya.” Ujar Naruto sambil menggembungkan pipinya. Dan membuat Itachi semakin gemas dengannya.
“Ahaha~ maafkan aku, Naru-chan. Aku terlalu senang bertemu lagi denganmu. Jadi bagaimana ?”jawab Itachi sambil terkekeh melihat kebiasaan Naruto sejak kecil yang tak pernah berubah.
“Ummm, Naru baru kemarin sampai di Jepang, dan tak memberi kabar karena ingin memberi kejutan. Lalu aku akan di Jepang untuk seterusnya, Kakashi-san sudah mengurus kepindahanku kesini. Dan sampai saat ini aku baik-baik saja seperti yang kau lihat.” Ujar Naruto menjawab seluruh pertanyaan beruntun yang diajukan si sulung Uchiha. Ah dan jangan lupa cengiran rubah yang selalu menhiasi wajah tamapannya.
“Kau akan terus di disini ? senang sekali mendengarnya, lalu sekarang kau tinggal dimana ? bagaimana kalau tinggal denganku di apartemen, pasti akan sangat menyenangkan sekali jika kita tinggal bersama lagi. “ usul Itachi dengan mata berbinar.
“Aku setuju pasti akan sangat menyenangkan kalau kita tinggal bersama lagi seperti dulu. Tapi tidak di apatemen Nii-san.”
“Hn. Apa maksudmu, Naru ?”
“Kita tinggal lagi dirumah kita yang dulu, bersama-sama, dengan Kyuu-ni dan Sasu-nii juga, bagaimana menurutmu Ita-nii ?”tanya Naruto dengan suara penuh harap. Berharap Itachi juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.
Itachi terdiam mendengar usulan Naruto, ekspresinya berubah menjadi murung. Kembali lagi kerumah itu. Rasanya Itachi belum sanggup melakukannya. Bahkan setelah tujuh tahun berlalu ia masih takut untuk menginjakkan kakinya lagi di rumah itu. Alasannya, terlalu banyak kenangan tentang orang tua mereka di rumah itu. Ia tidak- belum- sanggup menghadapinya.
“Maaf, Naru…”lirih Itachi.
“Ita-nii, tidak mau ?”tanya Naruto dengan nada kecewa yang tak dapat disembunyikannya.
“Maaf, aku belum sanggup kembali lagi kerumah itu…”
“Tidak ! Pokoknya Ita-nii harus kembali lagi, sampai kapan nii-san mau melarikan diri !?” seru Naruto, dengan suara yang naik dua oktaf. Ia berdiri dari sofa dan menghampiri meja kerja Itachi menyambar beberapa dokumen yang ada disan. “Aku akan menyita dokumen ini. Kalau ingin kembali, Ita-nii pasti tau kan dimana harus menemuiku. Bye Ita-nii !” ujar Naruto sambil berlalu, tak mempedulikan Itachi yang akan melayangkan protes padanya.
         
-       Mission 2 : Today Library –
Perpustakaan pusat Tokyo Daigaku, sebuah tempat dimana kau akan menemukan buku apapun yang kau inginkan. Salah satu perpustakaan paling lengkap di Jepang. Terlihat di salah satu sudut perpustakaan seorang pemuda dengan rambut pirang kemerahan dan wajah super tampan sedang asyik menggeluti notebook yang ada dihadapannya. Saking asyiknya, mahasiswa tingkat akhir jurusan IT ini tidak sadar –atau mungkin tidak peduli- jika dirinya menjadi pusat perhatian sebagaian besar pengunjung perpustakaan –terutama perempuan. Pasalnya dengan wajah tampan dan otak jenius yangdimilikinya sudah pasti ia menjadi idola di kampus ini, dan bisa di pastikan fansgirlnya selalu ada kemanapun sang kaki membawanya.
Namun, konsentrasi pemuda bernama Kyuubi ini tak dapat berlangsung lebih lama lagi ketika sepasang tangan tan menutup kedua matanya, menghalang pandangannya pada monitor notebook.
“Grrr…siapapun kau, jangan mencoba macam-macam denganku ! cepat lepaskan tanganmu, brengsek !” geram Kyuubi pada si pelaku.
Si pelaku yang ternyata Naruto hanya terkekeh dan tetap mempertahankan posisinya.
“Ahahaha~ coba tebak siapa aku, Kyuu~” ujarnya dengan nada kekanakan yang terasa familiar di telinga Kyuubi.
“Jangan bercanda ! apa maumu sebenarnya !?” geram Kyuubi lagi, kali ini sambil melepaskan kedua tangan yang sedari tadi menutupi pandangannnya dengan paksa. Kedua tangan tan itu berhasil terlepas, Kyuubi segera berbalik untuk melihat seseorang yang sudah berani mengganggu hari tenangnya.
Mata Kyuubi terbelalak ketika melihat Naruto yang berdiri di belakangnya, butuh beberapa menit untuknya untuk menguasai dirinya kembali. “Naruto…” hanya itu  yang keluar dari bibirnya setelah berhasil menguasai  keterkejutannya.
Naruto memasang cengiran lebarnya dan langsung mengambil tempat disamping Kyuubi, duduk di kursi yang memang sedari tadi kosong. “Kyuu-ni ! Aku rindu padamu !”
“Heh, ternyata kau bocah ! untuk apa kau kembali, kukira kau akan selamanya menetap di London.” Ujar Kyuubi kasar. Namun tak dapat di pungkiri ekspresi senang terpancar dari wajahnya.
“Bhuu~ Kyuu-nii kejam, masa itu sambutanmu pada adikmu tersayang ini…” ujar Naruto merajuk. Ia mengerti walaupun Kyuubi berkata kasar, itu hanya untuk menyembunyikan rasa  senangnya. “Ne, Kyuu-nii, kita kembali lagi kerumah yuk ! kita tinggal bersama-“
“Tidak!”potong Kyuubi ketika Naruto hampir menyelesaikan kalimatnya.
“Eh? Kenapa ? aku ingin kita tinggal bersama lagi, ayolah Kyuu-nii, kumohon !”
“Kubilang tidak ya tidak. Aku tak akan pernah kembali ke rumah itu.” Geram Kyuubi, mulai kesal dengan Naruto yang merengek-rengek padanya.
Sama halnya dengan Kyuubi, Naruto pun juga mulai kesal. Ia tahu, Kyuubi tak akan semudah itu mengubah keputusannya. Ia pun berpikir kilat cara untuk membuat Kyuubi mau kembali ke rumah mereka. Dan tak butuh lama bagi Naruto untuk menemukan ide –yang menurutnya brilliant. Secepat kilat Naruto langsung merampas notebook Kyuubi dan langsung mengambil langkah menjauh.
“Apa yang kau lakukan bocah! Cepat kembalikan Notebook-ku!!” teriak Kyuubi kesal, ia sudah tak peduli jika sekarang ini dirinya sedang berada di perpustakaan.
“Tidak. Notebook ini akan kusita sampai Kyuu-nii mau kembali lagi kerumah !” balas Naruto sambil berlari menjauh. Tak ingin mendapat amukan sang kakak untuk saat ini.

          -mission 3 : Todai –
Koridor jurusan fotographi Tokyo University terlihat begitu ramai dengan lalu lalang para mahasiswanya. Dan suasana itu menjadi lebih riuh lagi ketika dua sosok idola di jurusan –kampus- itu berjalan melewati mereka. Seorang pemuda dengan perawakan tinggi, kulit porselen yang membungkus tubuhnya, rambut raven dan mata onyx yang berkilat tajam. Dan seorang lagi, pemuda dengan rambut hitam panjang yang diikat diujung dan mata lavender yang terkesan dingin. Mereka berdua tetap stay cool walaupun hampir dikerubungi oleh para fansgirl mereka. Sang pemuda raven terus melayangkan deathglare andalannya untuk menghalau para fansnya yang semakin menggila.
Suasana tetap berlagsung riuh hingga sebuah teriakan keras menarik seluruh perhatian manusia yang ada di koridor itu.
“SAAAASSSSUUUU-NIIIIIIIIIII !!!!!!”sebuah teriakan nyaring membelah keriuhan di moridor itu, diikuti dengan sekelebat bayangan kuning yang berlari kencang menuju si objek panggilan. Begitu  melihat sang obyek, si pelaku yang ternyata Naruto segera mempercepat larinya dan segera berhambur memeluk Sasuke, sang objek.
“SASU-NII ! AKU MERINDUKANMU ! RINDU ! RINDU ! RINDU ! RINDU SEKALIIIII !!!” ujarnya dalam pelukan Sasuke yang membeku, belum sepenuhnya menyadari kejadian yang sebenarnya terjadi. Begitu pula seluruh penghuni koridor ini, yang masih terpaku dalam keterkejutan dan bertanya-tanya
‘siapa sebenarnya bocah kuning ini ? berani sekali dia langsung main peluk si Uchiha yang super dingin ini !’
“Naru…”gumam Sasuke setelah berhasil mencerna peristiwa yang terjadi. Sasuke langsung melepas pelukan Naruto dan membawanya menjauhi tempat itu.
Mereka berhenti di taman sebelah barat gedung auditorium. Tempat yang cukup sepi dan dirasa memadai –menurut Sasuke. Naruto sendiri tak memprotes perbuatan Sasuke. Sedari tadi ia hanya memperhatikan Sasuke,mengamati kakak kesayangannya.
“Kenapa kau ada disini ? bukankah seharusnya kau di London sekarang ?” tanya Sasuke tajam. Tatapan dinginnya sama sekali tak berubah.
Naruto terdiam mendengarnya. Bukan karena apa yang ditanyakan Sasuke tetapi lebih karena nada tajam dan tatapan dingin yang diberikan sang kakak. Padahal sebelumnya, waktu mereka kecil, sasuke selalu bersikap hangat padanya, apalagi ia terbilang lebih akrab dengan Sasuke dibandingkan dengan kakak-kakaknya yang lain.
‘Tidak Naru, kau tak boleh gagal !’uajrnya dalam hati, menyemangati diirnya sendiri.
Naruto menyunggingkan sentuman tulusnya. “Aku pulang, Sasu-nii ! dan mulai sekarang aku akan tinggal disini.”
“Hn. Sekarang katakan apa maumu !” kata Sasuke to the point.
“Umm… aku ingin kita tinggal bersama lagi di rumah yang dulu, aku juga sudah menghubungi Ita-nii dan Kyuu-nii, aku yakin mereka pasti juga setuju. Jadi… jadi kuharap Sasu-nii juga mau kembali.”
Tatapan dingin Sasuke semakin menajam  dan menghujam si adik. Kenangan-kenangan yang selama ini ingin dilupakannya kini kembali berputar kembali dalam otaknya.
“Tidak. Tak pernah sekalipun terpikir olehku untuk kembali ke rumah itu. Dan dari mana kau tahu mereka juga mau kembali ?”
“Me…mereka pasti mau ! Sasu-nii juga, pokoknya Sasu-nii harus kembali ke rumah !” uajar Naruto tak mau kalah.
“Jangan sembarangan kau. Jangan mentang-mentang kau adikku kau jadi bertingkah egois, kita sudah punya kehidupan sendiri-sendiri, jadi urusi saja urusanmu sendiri. Jangan ikut campur kehidupanku. Kau tak punya hak untuk melakukannya.” Kata Sasuke dingin. Setelah terdiam selama beberapa saat ia berbalik, mengambil langkah hendak meninggalkan tempat itu. Sasuke sempat melihat ekspresi terluka diwajah Naruto sebelum ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dan tak dapat dipungkiri rasa bersalah mulai menyusup kedalam hatinya. Tapi tak ada yang dapat dilakukannya, ia tak dapat melunakkan sikapnya. Karena bagaimanapun ia tidak sanggup kemabali ke rumah itu dan menghadapi kenangan-kenangan yang siap menyergapnya kapan saja dirumah itu.
Naruto mengeratkankan genggaman tanganya sambil berujar lirih yang masih dapat didengar Sasuke. “Tidak peduli. Walaupun harus bersikap egois sekalipun, aku ingin semuanya kembali lagi.” Tiba-tiba Naruto mengangkat kepalanya dan berlari menerjang Sasuke, menyambar tas kamera yang ditentengnya dan membawanya pergi.
“Aku akan menghancurkan kamera ini, jika Sasu-nii tetap bersikap pengecut seperti ini dan tidak mau kembali kerumah.” Seru Naruto sebelum berlari menjauh.

Naruto dengan langkah gontai berjalan menuju rumahnya. Dan menemukan rumah itu masih kosong seperti saat ia pergi tadi pagi. Dengan malas ia membuka pintu depan dan langsung menghempaskan tubuhnya ke sofa. Berharap rasa lelah, putus asa, kecewa, dan rasa bersalah yang dirasakannya menghilang. Ia menyandarkan kepalanya disandaran sofa dan perlahan menutup matanya. Dan tak butuh waktu lama baginya untuk tertidur.
Dengan langkah enggan Itachi melangkahkan kakinya menyusuri jalan yang terasa sangat familiar baginya, jalan yang sudah tujuh tahun ini tak pernah di lewatinya lagi. Dan sejujurnya, saat ini pun ia berharap tidak melewati jalan ini lagi. Dua tikungan sebelum tempat yang ia tuju, Itachi dikejutkan dengan dua sosok yang berjalan dari arah yang berlawanan dengan dirinya. Kedua sosok itu juga terlihat terkejut melihat Itachi. Sosok berambut orange kemerahan melambaikan tangannya dengan malas.
“Yo, keriput!”
“Hn” sapa sosok berambut raven yang berdiri disamping Kyuubi, Sasuke.
Itachi segera menghampiri kedua adiknya. “Sepertinya kita senasib.”
“Yeah. Dan ini semua gara-gara anak kurang ajar itu !” gerutu Kyuubi sambil menyusul Sasuke yang telah berjalan mendahului mereka.
Selanjutnya perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan. Mereka memang bersaudara dan tinggal di kota yang sama, tapi sejak mereka dipisahkan tujuh tahun lalu hubungan mereka menjadi semakin jauh. Bahkan bila dilihat dari mata orang asing, mereka terlihat seperti orang asing yang baru berkenalan dan berjalan bersama. Tak lama mereka sampai di depan sebuah rumah bergaya inggris dengan dua lantai. Mereka terus terdiam di depan gerbang rumah itu. Bimbang dan ragu-ragu. Dan dengan satu helaan nafas berat Kyuubi memimpin kedua saudaranya untuk memasuki rumah itu.
Langkah pertama mereka di halaman rumah itu, membangkitkan semua memori tentang rumah itu. Menyingkap perasaan rindu yang selama ini mereka tutupi –tak dipedulikan. Langkah demi langkah yang mereka ambil terasa semakin berat. Hingga akhirnya mereka sampai di depan sebuah pintu ganda berwarna coklat. Butuh beberapa menit sebelum Itachi membulatkan tekadnya membuka pintu rumah itu. Dan pemandangan rumah –ruang tamu- yang begitu familiar kini terpampang didepan mereka. Tak ada yang berubah. Penataan ruang dan dekorasi di ruangan itu sama sekali tak berubah sejak tujuh tahun lalu.
Tiba-tiba mata onyx Sasuke melihat surai pirang yang menyembul dari balik sofa. Perlahan ia mendekati sofa itu. Memastikan pemiliknya memang benar orang yang ia pikirkan. Dan terlihatlah seorang malaikat pirang tengan tertidur dengan lelap tak menyadari kehadiran ketiga orang itu. Ada perasaan rindu dihati Sasuke ketika melihat wajah tidur sang adik. Sudah tujuh tahun lamanya ia tak melihat wajah menggemaskan ini. Padahal dulu hampir setiap hari ia melihatnya.
Kyuubi dan Itachi bergerak mendekati Sasuke dan melihat pemandangan yang sama dengannya. Merasakan perasaan yang sama dengannya. Sesaat mereka saling pandang dan membuat persetujuan antara satu dengan yang lain.
“Ngghhh… Kaa-chan… Nii-chan…” tiba-tiba keheningan dalam ruangan itu terganggu oleh igauan Naruto, ia terlihat bergerak gelisah dalam tidurnya. Tanpa di aba-aba tangan Itachi terulur dan mengelus rambut pirang Naruto dengan lembut. Perlahan Naruto kembali tenang dan lelap kembali.
“Hhh…dia tidur tanpa mengunci pintu. Tidak mungkin meninggalkan dia sendiri dengan tingkat kecerobohan parah seperti ini…” gerutu Kyuubi yang langsung menhempaskan dirinya di salah satu sofa single.
Itachi tersenyum tipis dan mengikuti Kyuubi duduk disalah satu sofa “ Kau benar.”
“Hn”
Dan gumaman khas Uchiha kembali keluar dari bibir tipis Sasuke. Ia tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan wajah tidur Naruto. Perasaan menyesal yang tadi ia rasakan kini muncul kembali…
‘Tak seharusnya aku berkata sekasar itu padanya…’

Naruto bangun dengan perasaan yang sulit digambarkan. Perasaan bahagia yang membuncah di hatinya terwujud dalam senyum lebar dan pelukan erat yang ia tujukan untuk ketiga kakaknya. Sangat membahagiakan bila saat kau bangun kau menemukan ketiga orang yang sangat kau rindukan berada di sampingmu dan menemanimu. Dan itulah yang dirasakan Naruto sekarang.
“Jadi kalian benar-benar kan kembali ke rumah ini kan ?” tanya Naruto penuh harap.
“Tentu saja, Naru-chan !” sahut Itachi sambil mengusap kepala Naruto.
“Tak mungkin membiarkan orang ceroboh dan bodoh sepertimu tinggal sendiri.” Gerutu Kyuubi yang disambut dengan ekspresi cemberut oleh Naruto.
“Sasu-nii ?” tanya Naruto ketika Sasuke tak kunjung memberi jawaban.
“Hn”
Hanya jawaban Sasuke, sebelum ia naik kelantai dua, menuju kamar yang telah ditinggalkannya selama tujuh tahun ini.
“uhhhh… Sasu-nii jadi dingin…” keluh Naruto melihat sikap Sasuke.
“Haha, kau harus bisa memakluminya Naru, Sasuke telah melalui masa-masa yang berat.” Uajr Itachi mencoba menjelaskan pada Naruto tentang kondisi Sasuke.
“Hhhh… aku harap Sasu-nii bisa kembali seperti dulu… “gumam Naruto. “Ah, jadi malam ini kalian akan mulai tinggal disini kan ?” tamya Naruto dengan puppy ayes andalannya.
“Tentu saja.” Lagi-lagi hanya Itachi yang menjawab. Sedangkan Kyuubi, ia hanya mendengus dan langsung naik ke lantai dua. Sejujurnya memang masih berat bagi mereka untuk tinggal lagi di rumah ini tapi melihat Naruto yang begitu antusias, mereka merasa tak tega untuk mengecewakan si bungsu lagi.

Pagi hari yang cerah kembali menyapa kediaman keluarga Uchiha setelah tujuh tahun tak berpenghuni, kini rumah itu terlihat lebih hidup dengan kembalinya keempat putra keluarga Uchiha. Terutama berkat teriakan sang bungsu yang menambah keramaian pagi di kediaman itu.
“Anikkkiiiiiiii!!! SAATNYA SARAPAN !?” Seru Naruto dari lantai bawah memanggil dua orang kakaknya yang belum juga turun ke ruan makan.
“Berisik, bocah! Pagi-pagi jangan teriak-teriak sekeras itu dengan suara cemprengmu itu!” dan mendapat sambutan ucapan ketus dan pukulan telak di kepala dari sang kakak kedua, yang baru saja turun.
Naruto meggembungkan pipinya kesal, “Habis…Kalian tidak turun-turun sih, aku kan sudah menyiapkan sarapan kita.”
“Memang kau membuat apa ?” tanya Kyuubi penasaran.
“Ramen instan hehe…” ujar Naruto dengan wajah innocent yang sungguh membuat Kyuubi ingin menenggelamkan sang adik tercinta di Samudra Pasifik.
“Hhh…ternyata kau masih maniak makanan tak sehat itu. “ kata Kyuubi dengan nada frustasi. Ia benar-benar tak habis pikir kenapa si bungsu ini bisa tergila-gila dengan makanan berlemak dan tidak sehat itu. “Hei, si Keriput mana ?” tanya Kyuubi tiba-tiba, dan dengan tidak sopannya menyebut sang kakak dengan keriput.
“Ita-nii? Dia sudah pergi dari lima belas menit lalu, ada rapat katanya.” Sahut Naruto sambil melahap sarapan paginya, miso ramen dengan tambahan topping di atasnya.
Mendengar jawaban Naruto Kyuubi hanya menaikkan alisnya, lalu beralih pada segelas jus apel diatas meja, yang memang telah dipersiapkan Naruto khusuh untuk Kyuubi –disampingnya masih ada segelas jus tomat yang dipersiapkan untuk Sasuke, dan meneguknya hingga habis.
“Aku tidak sarapan. Aku ada janji dengan temanku jadi kemungkinan hari ini pulang malam.” Ujar Kyuubi sambil berlalu ke pintu depan.
“Ah, iya. Hati-hati di jalan Kyuu-nii !” teriak Naruto dari ruang makan. Tak mengindahkan peringatan dari Kyuubi tadi.
Lima menit kemudian Naruto sudah menghabiskan sarapan paginya tepat ketika Sasuke memasuki ruang makan itu. Dengan wajah stoic ia memperhatikan ruang makan itu, namun dibaliknya ia tengah larut dalam kenangan yang tercipta di ruangan ini dulu. Dan tak urung hal itu membuat moodnya semakin down.
“Sasu-nii, Ohayou !” sapa Naruto dengan semangat full.
“Hn. Kemana mereka ?”
“Ita-nii dan Kyuu-nii ? mereka sudah berangkat. Sasu-nii mau sarapan? Aku sudah-“
“Tidak.” Potong Sasuke sebelum Naruto sempat menyelesaikan kalimatnya. “Aku ada kelas pagi jadi harus segera berangkat.” Lanjutnya dan sama seperti Kyuubi sambil berlalu ke pintu depan.
“Umm, iya selamat jalan Sasu-nii !” ujar Naruto mengantar kepergian sang kakak. Namun kali ini suaranya tidak sesemangat saat mengantar Kyuubi tadi. Jujur saja, sebenarnya ia merasa kecewa dengan sikap dingin yang ditunjukkan Sasuke, ia merasa kehilangan sosok ‘Sasu-nii’-nya.
Setelah Sasuke benar-benar pergi, Naruto menghela nafas panjang dan memandang tiga mangkuk ramen dan segelas jus tomat yang sama sekali belum disentuh. Awalnya ia menyiapkan semua itu untuk Sarapan bersama kakak-kakaknya. Namun apa daya, ternyata semua tidak berjalan sesuai dengan rencananya. Itachi hanya meminum jus tomatnya, begitu pula dengan Kyuubi hanya meminum jus apel. Dan Sasuke… dialah yang paling membuat kecewa Naruto, Sasuke sama sekali tak menyentuh makanan dan minuman yang disiapkan Naruto. Atau bahkan mungkin ia malah tak mneyadarinya. Naruto hanya tersenyum getir mendapati usahanya yang gagal.
Naruto termenung selama beberapa saat. Lalu membereskan sisa sarapan mereka. Biarpun usahanya kali ini gagal, namun ia tak akan menyerah. Ia pasti berhasil mengembalikan keluarga mereka seperti dulu. Pasti !!
“YOSH!!!!Uchiha Naruto tak kenal kata menyerah!!!!”

                                                        To be Continued :*

You're Not Alone ~Chap 2~

You’re Not Alone
~ Chapter 2 ~

Pagi yang indah baru saja menyapa sebuah rumah megah bergaya barat, ketika seorang pemuda perlahan membuka kelopak matanya yang menutupi bola mata berwarna biru laut itu. Cahaya matahari yang dengan seenaknya menerobos dari celah tirai pintu kaca balkonnya memaksanya segera meninggalkan alam mimpinya. Ia masih terdiam diatas tempat tidurnya, mengumpulkan segenap kesadarannya, ketika sebuah ketukan pintu membangunkannya sepenuhnya.
“ Tohru-sama apakah anda sudah bangun ?” Tanya seseorang dari balik pintu. Tak perlu bertanya siapa yang berani pagi-pagi seperti ini sudah mengetuk pintu kamarnya, tak ada orang lain di rumah ini yang berani melakukannya selain sang asisten.
“Hn.” Jawab pemuda berambut biru langit itu singkat. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi yang berada disisi lain ruangan itu, dibatasi oleh sebuah pintu berwarna coklat tua dengan hiasan plitur unik.
Si pengetuk pintu, sang asisten sekaligus sopirnya, segera masuk kedalam kamar itu diikuti seorang maid yang membawa secangkir kopi dan koran untuk pagi itu. Setelah menaruh bawaannya dan member salam pada Tadasu, sang asisten, maid itu langsung keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Tadasu menunggu sendirian hingga sang tuan muda keluar dari kamar mandi.
Tak butuh waktu lama untuk menunggu, sang tuan sudah keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang jauh lebih rapi dari saat ia bangun tidur tadi. Beberapa tetesan air menetes dari poni Tohru yang tidak dikeringkannya dengan benar.
“Selamat pagi, Tohru-sama !” ucap Tdau penuh kesopanan. Ia membungkuk member hormat pada sang tuan muda.
“Pagi. Ada apa ?” Tanya Tohru sambil meminum kopi hangatnya dan membolak-balik halaman Koran ditangannya. Tak biasanya sang asisten sudah mengunjungi kamarnya sepagi ini, biasanya pria berusia tiga puluh satu tahun itu baru akan mengunjungi kamarnya ketika tiba waktunya berangkat sekolah.
Tadasu tersenyum sesaat sebelum menjawab pertanyaan Tohru. “ Mengenai pekerjaan anda hari ini akan dikirim melalui e-mail dari kantor pusat. Dan ada telepon dari Ryu-sama.”
Tohru mengangkat sebelah alisnya mendengar jawaban Tadasu, tak biasanya ‘kakak sulungnya’ itu menelopon sepagi ini. Apalagi kalau memikirkan dia berada di Amerika. “ Ryu-nii bilang apa ?” Tanyanya datar, walaupun diakuinya ia cukup terkejut mendengarnya, ia tetap membaca kolom-kolom berita dihadapannya tanpa mengalihkan pandangannya.
“Kedatangan beliau di jepang akan terlambat selama beberapa bulan karena ada sedikit masalah dengan perusahaan. Beliau berpesan agar anda menjaga baik-baik kesehatan anda. Dan dalam waktu satu minggu ini anda harus menemui Makoto-sama untuk melakukan pemeriksaan.”
“Lalu bagaimana dengan Akira-nii ?” Tanya Tohru sama sekali tak mempedulikan pesan dari kakak sulungnya.
“Sesuai rencana beliau akan tiba dua hari lagi. Lalu…” Tadasu menggantung kalimatnya, tampak ragu untuk mrnyampaikan lanjutan informasi yang dibawanya.
“Ada apa ?” desak Tohru yang menyadari keraguan dalam suara Tadasu.
“Kemarin saat anda berada di kediaman Yujirou-sama, tuan Katagiri datang kesini mencari Anda.” Ujar Tadasu setelah beberapa saat terdiam. Tapi keraguan masih menyemuti suaranya.
“Ada perlu apa orang tua itu kemari ?” Tanya Tohru terlihat ia sedikit meremas korannya begitu mendengar nama yang paling tidak ingin didengarnya disebut.
“Beliau hanya menanyakan keadaan anda dan mengatakan akan kemari lagi dalam waktu dekat. “
“Huh! Kakek-kakek sialan itu, apalagi yang diinginkannya. “gerutu Tohru kesal. Ia semakin mengeratkan cengkeramannya pada Koran yang masih baru itu. Dalam benaknya berkelebat bayangan seseorang bernama Katagiri itu. Seringaian liciknya dan seluruh perbuatannya yang semakin memperburuk masa kanak-kanak Tohru.
Tadasu yang menyadari keadaan Tohru langsing mengambil kertas Koran yang telah lecek diremas-remas Tohru.
“Tohru-sama mohon kendalikan emosi anda. “ ujarnya mengingatkan sang tuan muda yang terbawa emosi.
Mendengar peringatan Tadasu, Tohru hanya menghela nafas panjang. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa dan menutup kedua matanya perlahan. Berusaha merilekskan badannya yang terbawa emosi.
“Baiklah aku engerti. Kau tunggu aku di luar saja. “ ucap Tohru setelah merasa lebih tenang. Ia tetap memejamkan matanya.
“Baik. Saya mohon diri Tohru-sama.” Sahut sang sekertaris sambil mrmberi hormat sebelum meninggalkan ruangan itu.
Begitu mendengar suara pintu yang perlahan tertutup, Tohru segera membuka kedua kelopak matanya yang menampakkan dua buah bola aquamarine yang tersaput kabut kelabu. Begitu muram.
“ Pemeriksaan ya…” gumamnya perlahan dengan tatapan mata kosong.

            *@Ryugasei Academy*
“Yuu-chaaaaaaan !!” seru Tohru sambil memeluk seorang pemuda berwajah tampan ( baca : cantik ) berambut coklat kekuningan  sepunggung,, yang berjalan beberapa meter didepannya.
Pemuda yang dipanggil ‘Yuu-chan’ itu hanya diam, tak begitu menggubris perlakuan ‘wajar’ yang diberikan sahabatnya, juga pandangan heran, bingung, dan aneh yang diberikan siswa-siswa disekitar koridor tersebut. Kenapa? Jawabannya cukup simple, karena sudah terbiasa. Sejak kecil kecil memang suka memeluknya tiba-tiba, tak peduli dimanapun mereka berada. Lagipula, saat ini Yujirou sedang asyik berkutat dengan beberapa kertas yang ada di tangannya.
“Apa yang kau baca sih ?” Tanya Tohru karena tak segera mendapat tanggapan dari yang bersangkutan.
“Rancangan proposal Osis.” Jawab Yujirou singkat, padat dan cukup jelas, yang sukses membuat pemuda dipunggungnya menggembungkan pipinya kesal.
“Kita makan siang yuk, kau juga belum makan siang kan ?” ajak Tohru berusaha mengalihkan perhatian  Yujirou, walaupun hanya sebentar.
“Maaf, aku harus menyelesaikan proposal ini sekarang juga, kau makan siang duluan saja. “ kata Yujirou yang lagi-lagi memunculkan gurat kekesalan di wajah ‘cantik’ sahabatnya.
“ Tapi kan-“
“ Mengertilah, Tohru aku benar-benar harus menyelesaikan proposal ini hari ini juga. Aku tak mau tugas-tugasku yang lain terbengkalai hanya karena aku menunda pembuatan proposal ini.” Kata Yujirou sebelum Tohru menyelesaikan kalimatnya.
Tohru melepaskan pelukannya. Diam-diam dia menghela nafas panjang untuk menghilangkan kekesalan yang terus menggoda untuk menguasai hatinya.
‘Fiuuuh… Aku harus bisa mengendalikan emosiku.’batin Tohru mengingatkan dirinya sendiri.
Tohru menyamakan langkahnya dengan Yujirou, memperhatikan sang sahabat dari sisi berbeda. Sedangkan Yujirou ia terus memusatkan perhatiannya pada kertas-kertas di tangannya, tak begitu memusingkan apapun yang dilakukan Tohru.
Akhirnya Tohru hanya bisa menghela nafas panjang –kali ini secara terang-terangan. Dan berjalan dalam diam disamping Yujirou.
Tanpa disadari Tohru Yujirou meliriknya dan tersenyum tipis melihat Tohru yang menggembungkan pipinya dan menautkan kedua alisya –pertanda kesal, sebuah kebiasaan yang tak pernah berubah walau sudah tujuh tahun berlalu.
Tak dapat dipungkiri ia merasa tidak enak juga menolak ajakan makan siang Tohru. Tapi tetap saja ia tak bisa meninggalkan tugas-tugasnya sebagai sekertaris osis, bagaimanapun ia harus mengerjakan apa yang tela menjadi tugasnya.
Tak ada keluhan, tak ada kelalaian, dan sempurna itulah yang menjadi prinsip seorang Yujirou Shihoudani.
“ Nee…Yuu-chan, hari ini bisa pulang bareng ?” Tanya Tohru memecah keheningan yang selama beberapa saat menyergap mereka.
“Tidak. Sepulang sekolah aku ada rapat dengan anggota osis yang lain,”sahut Yujirou cepat.
Akhirnya Tohru benar-benar kehilangan pengendalian dirinya. Ia menatap sebal pada pemuda disampingnya. Dan bersiap mengeluarkan suara supersoniknya ketika dirasakannya sesuatu disakunya bergetar. Handphone.
“Huh! Pokoknya aku mau pulang bareng! Akan kutunggu sampai kau selesai rapat.” Paksa Tohru. Ia langsung berjalan cepat meninggalkan tempat itu, tanpa menunggu jawaban dari orang yang bersangkutan.
Yujirou yang mendengar kalimat pemaksaan Tohru, hanya memandang kepergiannya dalam diam disertai helaan nafas panjang.
‘Sepertinya setelah tujuh tahun sifat egoisnya malah semakin parah…’ pikirnya.


“Ya, ada apa Tadasu ?”Tanya Tohru pada seseorang diseberang telepon, yang tenyata sang sekertaris.
Ia telah berada di koridor yang cukup sepi. Sehingga bisa leluasa berbicara pada Tadasu, dalam hal ini kembali pada wajah stoicnya.
“Anda terdengar sedang kesal, Tohru-sama. Anda masih ingat nasihat saya-“
“Ya ya, aku masih mengingatnya dengan jelas, seperti baru beberapa detik lalu kau mengatakannya padaku.” Potong Tohru sambil memutar kedua bola mata aquamarinenya, tak ingin mendengar kalimat yang amat sangat sering diucapkan sang sekertaris setiap harinya. “ Sekarang katakan ada apa ?”
“Pekerjaan anda hari ini telah saya kirm ke E-mail anda. Dan ada beberapa berkas yang memerlukan tanda tangan anda. “ ujar Tadasu cepat tak ingin membuat sang Tuan muda semakin kesal.
“ Baiklah akan segera kukerjakan. Ada lagi yang lain ?” Tanya Tohru memastikan
“ Dan…” terdengar suara Tadasu bergumam tidak jelas diseberang telepon.
“Hn ?” gumam Tohru sambil menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan kelakuan asistenya yang tak seperti biasa.
“ Katagiri-sama ingin bertemu anda malam mini…” lanjut Tadasu, terdengar jelas nada ragu dalam suaranya.
“…”
“Tohru-sama ?”
“…”
Tak ada sahutan dari Tohru. Ia mematung selama beberapa saat begitu mendengar nama orang paling dibencinya itu.
“Hn. Katakan aku sedang tak enak badan dan tak bisa menemuinya. “ ujar Tohru kemudian dengan nada dingin.
“Baikalah saya mengerti.”
“Tadasu” panggil Tohru.
“Ya, Tohru-sama ?”
Tohru terdiam selama beberapa saat. Saat ini ia sedang berdiri di depan sebuah jendela yang ada di koridor itu. Ia menatap kosong pada barisan awan yang menutupilangit biru.
“Tohru-sama ?” ulang Tadasu begitu tak segera mendapat jawaban dari sang tuan. Ada nada khawatir dalam suaranya.
“Hari ini tak usah menjemputku, aku pulang dengan Yuu-chan. “
“Saya mengerti.” Ucap Tadasu. Lalu sambungan telepon itu langsung diputus oleh Tohru.
Tohru masih ditempatnya semula, memandangi layar handphonenya. Di layarnya tampak dua orang anak kecil yang tertawa lebar bersama. Mereka saling merangkul, terlihat sangat akrab bahkan melebihi keakraban sesama saudara.
Segaris senyum tipis terukir dibibir tipisnya. Berbagai ekspresi muncul ketika Tohru mengamati gambar wallpaper itu. Senang. Rindu. Sedih. Perasaan yang sudah sangat akrab dengannya sejak dulu. Ia terus berharap kembali ke masa kecilnya yang tak mungkin terulang.

Langit telah beranjak ke peraduannya ketika seorang pemuda berambut coklat sebahu berjalan melintasi koridor yang telah sepi. Sudah dua jam berlalu sejak ia mengikuti rapat Osis dengan anggota dewan murid. Akhirnya rapat yang cukup membuat sebagian orang tertidur itu berakhir. Dan mentisakan rasa lelah dan beban tugas yang semakin menumpuk pada sosok pemuda itu.
‘hhhh….. Hari yang melelahkan…’ batinnya sambil melemaskan otot lehernya yang terasa kaku.
Yujirou hampir memasuki ruang kelasnya ketika kedua mata coklatnya tertumbuk pada siluet yang tengah focus pada benda elektronik berbentuk persegi dihadapannya. Ia terpaku melihat ekspresi yang sangat jarang ia lihat bertengger di wajah sang sahabat itu kini malah menguasai wajah penuh senyum itu.
“Apa yang sedang kau kerjakan ?” Tanya Yujirou yang telah berada di hadapan Tohru.
Tohru tersentak kaget ketika tiba-tiba mendengar suara Yujirou. Ia langsung menghentikan aktivitasnya dan mendongak, menatap sang pemilik suara.
“Huh, bikin kaget saja. “gerutu Tohru ketika menemukan Yujirou telah berdiri dihadapannya. Diam-diam ia menghela nafas panjang untuk mengatur detak jantungnya yang mulai meningkat. “Rapatnya sudah selesai ?”
“Hn. Kau sedang apa ? serius sakali..”
“E-mail. Kita pulang sekarang ?” Jawab sekaligus tanya Tohru. Setelah memastikan pekerjaannya telah terkirim ia segera mematikan laptop itu dan memasukkannya kedalam tas.
“Hn.”
“Aku tak menyangka kau akan benar-benar menungguku.” Ucap Yujirou tiba-tiba pada Tohru yang sedari tadi sibuk berceloteh tentang masa kecil mereka.
Saat ini mereka tengah dalam perjalanan pulang, sudah 15  menit berlalu sejak mobil Yujirou meninggalkan halaman Ryugasei Academy. Dan sesuai permintaan –rengekan Tohru mobil itu menuju Shihoudani Mansion.
“Tentu saja. Kan aku sudah bilang ingin pulang bersama. Lagi pula aku ingin mengganti waktu tujuh tahun ini, jadi kita harus sering-sering menghabiskan waktu bersama !”ujar Tohru panjang lebar dan penuh semangat. Sisi kekanakannya benar-benar kentara.
“Ternyata ucapanmu kemarin serius ya ?”
Tohru menatap Yujirou kesal, menggembungkan kedua pipinya hingga mirip ikan mas koki. Membuat sang sahabat yang duduk disampingnya harus menahan rasa geli yang tiba-tiba menyerangnya.
“Tentu saja serius ! Kau pikir aku hanya bercanda ?” Tanya Tohru kesal. “Hari ini Yuu-chan benar-benar menyebalkan. Memang kau tak kesepian selama aku tak ada ?”
“Tidak tuh, kenapa aku harus merasa kesepian.” Sahut Yujirou sambil berusaha menahan tawanya melihat ekspresi yang diperlihatkan Tohru. Begitu menggemaskan.
“huh ! Yuu-chan jahat ! Menyebalkan !”Seru Tohru kesal, terlebih saat mendapati wajah santai sang sahabat, Tohru langsung membuang muka ke luar jendela mobil.
Yujirou hanya terkikik geli melihat kekesalan Tohru. Hitung-hitung untuk membalas perbuatannya yang telah seenaknya memutuskan komunikasi mereka dulu.
Disisi lain Tohru yang sedari tadi menghadap jendela hanya memasang tampang dan dengan pikiran negatifnya yang terus berusaha meruntuhkan dinding pertahanan yang selama ini terus dipertahankannya.
Ya, tak dapat dipungkiri candaan Yujirou barusan telah berhasil menggoyahkan pertahanannya. Ia sadar, ia mengerti –sangat mengerti malah jika ucapan Yujirou itu tak mungkin serius. Namun bagaimanapun ia tak dapat mencegah ketakutannya yang mulai menghancurkan dinding pertahanannya. Ketakutan bahwa itu bukan sekedar gurauan, tapi benar-benar perasaan Yujirou yang sesungguhnya.
Berbagai pertanyaan mulai meracuni pikirannya dan membuatya semakin galau.
Bagaimana jika Yu-chan tak pernah merasa kesepian selama mereka terpisah ?
Bagaimana bila Yu-chan melupakan janji kita sewaktu kecil ?
Apakah hanya aku yang menganggap persahabatan kita begitu penting ?
Dia pasti punya banyak teman, apakah ia menganggapku sama seperti mereka ?
Jika dia tahu keadaanku yang sebenarnya, ia akan meninggalkanku ?
Ia sadar bahwa semua itu hanyalah pikiran-pikiran bodoh yang tak seharusnya bersarang di otaknya. Ia harusnya percaya pada Yujirou seperti yang selama dilakukannya selama tujuh tahun ini. Percaya pada janji yang diucapkan ‘Yu-channya’….
“Hei, Yuu…” panggil Tohru tanpa mengalihkan pandangannya.
“Hn.”
“Bila aku ‘pergi’ dan tak dapat lagi bertemu denganmu apa yang akan kau rasakan ?” tanya Tohru tetap tak mengalikan pandangannya. Dari pantulan kaca jendela ia dapat melihat ekspresi bingung yang ditunjukkan Yujirou.
“A…apa maksudmu ? kau berniat pergi keluar negeri lagi ?”
Tohru membalikkan tubuhnya menghadap Yujirou dan memasang cengiran lebarnya. “Tidak. Tadi aku kan bilang ‘bila’, ‘seandainya’… kau ini kenapa kau bisa menyangka seperti itu sih aku kemarin kan sudah bilang akan tinggal disini untuk seterusnya. Kau tidak percaya ?”
“Huh, kukira ucapanmu kemarin gak serius. fiuuuh… selamat tinggal hari-hari tenangku.”
“Huh!! Yuu-chan menyebalkan !!!!” gerutu Tohru lalu kembali membalikkan tubuhnya menghadap jendela. Sementara Yujrou hanya tertawa lebar melihat reaksi Tohru.
Diam-diam Tohru menghela nafas tertahan, pandangannya menatap kosong pada jajaran pohon di pinggir jalan yang mereka lewati. Perasaan sedih, kecewa sekaligus senang bercampur aduk dalam hatinya dan sukses membuatnya hanyut dalam dunia lamunan.
‘Aku senang bila kau tetap bisa menikmati hari-harimu seperti biasa bila aku pergi Yu, tapi aku juga sedih bila itu benar-benar terjadi karena itu artinya aku tak mempunyai arti apapun dalam hidupmu. Hanya orang dari masa lalu yang tak berharga…’batinnya dengan senyum miris menghiasi wajah ‘cantik’nya, dan tanpa terasa sebulir cairan bening telah membasahi pipi putihnya. Ia segera menghapus airmata itutak ingin dilihat olehorang yang saat ini duduk disampingnya.
**** to be continue ****