Home Sweet Home
-Narita Airport-
Hari telah beranjak
siang ketika Narita Airport mulai dipenuhi oleh pengunjung. Entah untuk
menjemput, mengantar, melakukan perjalanan atau juga yang baru turun dari
pesawat. Suasana bandara yang penuh sesak telah menjadi pemandangan tersendiri,
yang pastinya hampir setiap hari dapat dinikmati.
Seorang pemuda
berambut pirang, berkulit tan dengan kacamata yang bertengger di matanya
terlihat baru keluar dari pintu terminal kedatangan luar negeri. Si pemuda
memandang sekeliling sekilas, sebelum melambaikan tangan ketika melihat
seseorang dengan kertas bertuliskan “Uchiha Naruto”. Pemuda bernama Naruto itu
langsung menghampiri sang penjemput. Seorang pria berambut perak dengan masker
yang menutupi hampir seluruh wajahnya dan hanya menyisakan sebelah mata yang
terlihat tak bersemangat hidup.
“Moshi-moshi,
Kakashi-san?” sapa Naruto pada pria itu. Hatake Kakashi.
Pria itu, Kakashi,
melambaikan tangannya malas pada Naruto dan tersenyum dibalik masker hitamnya.
“Hai, Naruto-kun, kau sudah tumbuh besar ya?” sapa sekaligus tanya mantan guru
ilmubeladirinya semasa kecil itu. “Kukira kau tak akan mengenaliku setelah
sekian lama, makanya aku membawa ini untuk berjaga-jaga.” Lanjutnya sambil
melambai-lambaikan kertas yang dibawanya.
Naruto terkekeh
mendengar ucapan Kakashi, ia segera melepaskan kacamata hitamnya dan
memperlihatkan warna langit dari kedua matanya. “Tentu saja sangat mudah
mengenalimu, Kakashi-san. Penampilanmu sama sekali tak berubah.”
Kakashi hanya
sweetdrop mendengarnya, karena bagaimanapun ucapan Naruto memang benar adanya,
penampilannya sama sekali tak berubah. Tak lama, matanya sepeerti mencari
sesuatu dibelakang Naruto.
“iruka, tak
bersamamu, Naruto-kun? Kudengar dia ikut denganmu ke Inggris.” Tanya Kakashi
ketika tak menemukan sesuatu yang dicarinya.
Naruto terlihat
agak terkejut mendengar pertanyaan Kakashi, namun ia buru-buru menutupi
keterkejutannya. “Ah, Iruka-san masih ada urusan lain di Inggris, dia akan
menyusul begitu urusannya selesai.” Jawab Naruto dengan nada yang semeyakinkan
mungkin.
‘Usaha kerasku tak
boleh gagal disini’
Kakashi yang
melihat tingkah aneh Naruto memperhatikannya selama beberapa saat, ia curiga
Naruto menyembunyikan sesuatu. Tapi akhirnya ia tak ambil pusing masalah itu,
bagaimanapun Naruto memiliki privasinya sendiri.
“Baiklah, sekarang
bisakah aku segera mengantarmu ke ‘rumah’-mu ?” tanya Kakashi mengalihkan
pembicaraan.
“Osh. Aku sudah
sangat merindukan rumah itu!”
Naruto segera
memasuki rumah berlantai dua dengan arsitektur inggris itu, matanya terus
mengawasi keadaan sekeliling rumah. Ada perasaan rindu yang menyeruak
didadanya. Senyum terus mengembang diwajah tannya. Perlahan ia membuka pintu
depan rumah tersebut, sebuah ruang tamu dengan tatanan yang elegan namun juga
masih terasa kehangatannya segera menyapanya. Naruto menatap ruang tamu itu
selama beberapa saat, mengenang masa lalunya selama di sana, kemudia melanjutkan
langkah kakinya membawanya ke ruangan selanjutnya, ruang keluarga, dapur yang
menjadi satu dengan ruang makan, lalu menaiki tangga ke lantai dua dimana kamar
orang tuanya, dirinya dan saudara-saudaranya berada. Ia mengamati pintu kamar
itu satu persatu lalu berhenti di kamar yang paling ujung. Kamarnya.
Ia terdiam didepan
kamar itu selama beberapa saat, sebelum akhirnya meraih gagang pintu dan
membukanya perlahan. Kamar dengan cat dinding berwarna biru langit dan bebrapa
perabot berwarna orange menyambutnya. Ia segera mendudukkan dirinya di ranajng
dengan sprei orange dan gambar rubah kesayangannya, tak lupa lambing Uchiha di
kepala tempat tidur. Naruto terus melihat sekeliling kamarnya dengan perasaan
rindu yang membuncah.
‘Rumah ini sama
sekali tak berubah, masih sama seperti dulu saat kita masih bersama-sama…’
Naruto merebahkan
dirinya diatas kasur empuk dan memejamkan matanya. Mengingat semua kenangan
manis yang ia lewati bersama keluarganya. Ia tak perlu repot-repot membersihkan
rumah ini karena terlebih dahulu ia telah meminta Kakashi untuk membersihkan
rumah ini dan menyiapkan seluruh keperluannya. Tentu saja dengan tidak merubah
dekorasi interior, semuanya harus sama seperti saat ia meninggalkan rumah ini
tujuh tahun lalu.
Ia harus berterima
kasih pada Kakashi yang telah membantunya dan bersedia menjadi walinya selama
di Konoha. hari ini pun ditengah kesibukannya, ia masih bersedia menjemput
Naruto dibandara dan mengantarkannya sampai rumah, walau setelah itu Kakashi
harus buru-buru kembali ke kantor karena mendapat panggilan darurat. Naruto
terkekeh kecil begitu teringat ekspresi panic Kakashi.
Naruto membuka
kelopak tannya dan memperlihatkan kedua safirnya. Ia terdiam menatap
langit-langit kamarnya.
“Kaa-san, Tou-san,
aniki… aku merindukan kalian…”gumamnya kemudian. Setelahnya ia kembali
mengenang masa lalunya, yang semakin lama menjadi lagu pengantar tidurnya dan
mengantarkannya ke dunia mimpi.
*********
Seberkas sinar
matahari pagi memasuki kamar bernuansa biru dan orange itu melalui sela-sela
tirai jendela. Membuat sepasang safir terbuka dan menyapa langit-langit
kamarnya yang berhias gambar awan nan lembut. Sang pemilik safir terdiam
sebentar memandangi langit-langit kamarnya, sebelum kemudian bangkit dan meraih
bingkai foto yang terletak dimeja kecil disamping tempat tidurnya. Dalam
bingkai itu terdapat gambar dirinya beserta seluruh anggota keluarganya, tiga
orang kakak lelaki dan kedua orangtuanya.
Sebagai anak
bungsu, masa kecilnya teramat bahagia. Ia mendapat seluruh kasih sayang penuh dari
kakak-kakak dan kedua orang tuanya. Setiap hari selalu dilaluinya dengan tawa
maupun candaan bersama kakak-kakaknya. Sayangnya, kebahagiaan ini hanya
belangsung hingga ia berumur 10 tahun, sebelum hari naas itu merebut seluruh
kebahagiaannya.
10 tahun lalu
sebuah kecelakaan maut telah menewaskan kedua orangtuanya, beberapa hari
setelah pemakaman keluarganya menjadi tercerai berai karena diasuh oleh
keluarga yang berbeda. Setiap hari ia selalu menangis ingin bertemu dengan
ketiga kakaknya. Beberapa kali ia kabur dari rumah pengasuhnya dan pergi ke
rumah keluarganya berharap ia akan menemukan kakak-kakaknya disana, namun yang
ditemuinya hanya kekosongan. Tak ada satu orang pun di rumah itu. Yang ada
kilasan-kilasan kenangan yang ada di rumah itu. Ia akan berada di rumah itu
hingga sore menjelang, sebelum sang pengasuh, Iruka, menjemputnya dan
membisikkan kalimat-kalimat yang menenangkannya.
‘Naru, kau harus
kuat, aku yakin suatu saat kalian akan berkumpul lagi, mereka sangat
menyayangimu, sangat, jadi kau harus tegar. Dengan menjadi kuat kau pasti bisa
bersama kakakmu lagi.’
Itulah ucapan Iruka
yang menjadi penyemangatnya hingga kini. Beberapa hari setelah peristiwa
kaburnya yang terakhir kali, ia pindah ke Inggris mengikuti kerabat yang
mengasuhnya.
Naruto menghela
nafas panjang sebelum beranjak dari tempat tidur dan menyambar handuknya. Pagi
ini ia membutuhkan penyegaran untuk menghilangkan kenangan buruk yang tiba-tiba
menyergapnya. Dan ia memang membutuhkan tenaga full untuk menjalankan misinya
hari ini. Bagaimana pun misinya hari ini harus sukses !
- Mission 1 :
Uchiha’s Corp –
Uchiha Corp. sebuah
perusahaan yang bergerak dibidang IT dan
telah menguasai pasaran di seluruh Jepang, dan membuka cabang di beberapa
Negara maju di dunia. Perusahaan ini termasuk salah satu perusahaan yang paling
berpengaruh di Jepang, dan perkembangannya termasuk pesat terutama setelah di
pegang oleh si sulung Uchiha.
Gedung pencakar
langit yang merupakan gedung pusat Uchiha Corp ini terlihat menjulang dan megah
bila dibandingkan dengan bangunan yang ada di sekitarnya. Arsitekturnya yang
unik membuat gedung ini terlihat sangat berkelas.
Dan di lantai
paling atas gedung itu, di sebuah ruangan luas dengan segala fasilitas mewah
terlihat seorang pria tengah sibuk dengan setumpuk dokumen di mejanya. Di ujung
meja tersebut terdapat papan bertuliskan ‘CEO of Uchiha Corp.’, sebuah jabatan
tertinggi di perusahaan itu.
Pria dengan rambut
hitam panjang yang di ikat rapi dibelakang kepalanya itu, sedang berkonsentrasi
dengan dokumen perjanjian kerjasama dengan salah satu kliennya. Terbukti dengan
kedua Onixnya yang terus menatap kertas di tangannya.
“Uchiha-sama !”
Namun konsentrasi
si pria dengan garis halus di kedua sisi hidungnya itu terpecah oleh suara sang
sekretaris melalui intercom.
“Hn”
“Ada seseorang yang
ingin bertemu dengan anda.”
“Aku sudah bilang
kan, saat ini aku seddang tidak bisa diganggu.” Sahut suara dingin sang
direktur.
“Saya mengerti
Uchiha-sama, tapi tu- ah tuan apa yang anda lakukan ? Uchiha-sama sedang tidak
bisa-“
Percakapan lewat
intercom itu terputus, kini perhatian pria bernama Uchiha Itachi itu tertuju
pada keributan dibalik pintu ruangannya. Tepatnya ruangan sang sekretaris.
“Tuan, saat ini
Uchiha-sama sedang tidak bisa diganggu !” seru sang sekretaris, konan, berusaha
menghentikan –entah-apa-itu-yang-dilakukan sang tamu.
“Aku tak peduli,
pokoknya aku ingin bertemu dengannya !”ujar sebuah suara yang belum pernah
Itachi dengar sebelumnya tak mau kalah.
Dan tak lama
setelah keributan itu pintu ruangannya terbuka diikuti dengan seorang pemuda
dengan rambut pirang berantakan yang sedang berusaha melepaskan tangannya dari
cengkeraman sang sekretaris, Konan. Itachi sempat melebarkan matanya selama
sepersekian detik begiitu melihat sosok yang familiar dengan ingatannya itu.
“Maafka saya,
Uchiha-sama ! saya akan segera membawanya keluar !”ujar Konan setelah mendapati
tatapan dingin nan menusuk dari atasannya itu.
“Hn. Pergilah biar
aku yang mengurusnya.”
Tanpa ba-bi-bu lagi
Konan segera melepaskan tangan si tamu lalu membungkuk pada Itachi dan segera
keluar dari ruangan itu. Naruto, si tamu, yang telah bebas langsung menatap
sosok yang juga tengah menatapnya itu. Tak lama cengiran lebar terpampang
diwajahnya.
“Ita-nii ! Naru
kangen !” serunya sambil berhambur memeluk orang yang dipanggil ‘Ita-nii’ tadi.
Itachi yang
mendapat pelukan dari sang adik yang sudah tujuh tahun tak ditemuinya itu
segera memberikan balasan. Ekspresinya yang semula dingin dan terlihat angkuh
kini berubah menjadi lembut. Ia tersenyum tipis sambil mengusap-usap punggung
sang adik bungsunya itu dengan sayang.
“Nii-san juga
merindukanmu, Naru-chan. “
Setelah puas
melepas rindu dengan sebuah pelukan hangat, Itachi segera mengajak Naruto untuk
duduk di sofa yang ada di ruangan itu.
“Kapan kau kembali
dari London, Naru-chan ? kenapa tak mengabariku ? Aku kan bisa menjemputmu.
Sampai kapan kau di Jepang ? ah, sebelum itu, bagaimana kabarmu ? kau
sehat-sehat saja kan ?”tanya Itachi beruntun.
“Mou~~ kalau
Nii-chan bertanya terus seperti itu bagaimana aku menjawabnya.” Ujar Naruto
sambil menggembungkan pipinya. Dan membuat Itachi semakin gemas dengannya.
“Ahaha~ maafkan
aku, Naru-chan. Aku terlalu senang bertemu lagi denganmu. Jadi bagaimana
?”jawab Itachi sambil terkekeh melihat kebiasaan Naruto sejak kecil yang tak
pernah berubah.
“Ummm, Naru baru
kemarin sampai di Jepang, dan tak memberi kabar karena ingin memberi kejutan.
Lalu aku akan di Jepang untuk seterusnya, Kakashi-san sudah mengurus
kepindahanku kesini. Dan sampai saat ini aku baik-baik saja seperti yang kau
lihat.” Ujar Naruto menjawab seluruh pertanyaan beruntun yang diajukan si
sulung Uchiha. Ah dan jangan lupa cengiran rubah yang selalu menhiasi wajah
tamapannya.
“Kau akan terus di
disini ? senang sekali mendengarnya, lalu sekarang kau tinggal dimana ?
bagaimana kalau tinggal denganku di apartemen, pasti akan sangat menyenangkan
sekali jika kita tinggal bersama lagi. “ usul Itachi dengan mata berbinar.
“Aku setuju pasti
akan sangat menyenangkan kalau kita tinggal bersama lagi seperti dulu. Tapi
tidak di apatemen Nii-san.”
“Hn. Apa maksudmu,
Naru ?”
“Kita tinggal lagi
dirumah kita yang dulu, bersama-sama, dengan Kyuu-ni dan Sasu-nii juga,
bagaimana menurutmu Ita-nii ?”tanya Naruto dengan suara penuh harap. Berharap
Itachi juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.
Itachi terdiam
mendengar usulan Naruto, ekspresinya berubah menjadi murung. Kembali lagi
kerumah itu. Rasanya Itachi belum sanggup melakukannya. Bahkan setelah tujuh
tahun berlalu ia masih takut untuk menginjakkan kakinya lagi di rumah itu.
Alasannya, terlalu banyak kenangan tentang orang tua mereka di rumah itu. Ia
tidak- belum- sanggup menghadapinya.
“Maaf, Naru…”lirih Itachi.
“Ita-nii, tidak mau
?”tanya Naruto dengan nada kecewa yang tak dapat disembunyikannya.
“Maaf, aku belum
sanggup kembali lagi kerumah itu…”
“Tidak ! Pokoknya
Ita-nii harus kembali lagi, sampai kapan nii-san mau melarikan diri !?” seru
Naruto, dengan suara yang naik dua oktaf. Ia berdiri dari sofa dan menghampiri
meja kerja Itachi menyambar beberapa dokumen yang ada disan. “Aku akan menyita
dokumen ini. Kalau ingin kembali, Ita-nii pasti tau kan dimana harus menemuiku.
Bye Ita-nii !” ujar Naruto sambil berlalu, tak mempedulikan Itachi yang akan
melayangkan protes padanya.
- Mission 2 : Today
Library –
Perpustakaan pusat
Tokyo Daigaku, sebuah tempat dimana kau akan menemukan buku apapun yang kau
inginkan. Salah satu perpustakaan paling lengkap di Jepang. Terlihat di salah
satu sudut perpustakaan seorang pemuda dengan rambut pirang kemerahan dan wajah
super tampan sedang asyik menggeluti notebook yang ada dihadapannya. Saking
asyiknya, mahasiswa tingkat akhir jurusan IT ini tidak sadar –atau mungkin tidak
peduli- jika dirinya menjadi pusat perhatian sebagaian besar pengunjung
perpustakaan –terutama perempuan. Pasalnya dengan wajah tampan dan otak jenius
yangdimilikinya sudah pasti ia menjadi idola di kampus ini, dan bisa di
pastikan fansgirlnya selalu ada kemanapun sang kaki membawanya.
Namun, konsentrasi
pemuda bernama Kyuubi ini tak dapat berlangsung lebih lama lagi ketika sepasang
tangan tan menutup kedua matanya, menghalang pandangannya pada monitor
notebook.
“Grrr…siapapun kau,
jangan mencoba macam-macam denganku ! cepat lepaskan tanganmu, brengsek !”
geram Kyuubi pada si pelaku.
Si pelaku yang
ternyata Naruto hanya terkekeh dan tetap mempertahankan posisinya.
“Ahahaha~ coba
tebak siapa aku, Kyuu~” ujarnya dengan nada kekanakan yang terasa familiar di telinga
Kyuubi.
“Jangan bercanda !
apa maumu sebenarnya !?” geram Kyuubi lagi, kali ini sambil melepaskan kedua
tangan yang sedari tadi menutupi pandangannnya dengan paksa. Kedua tangan tan
itu berhasil terlepas, Kyuubi segera berbalik untuk melihat seseorang yang
sudah berani mengganggu hari tenangnya.
Mata Kyuubi
terbelalak ketika melihat Naruto yang berdiri di belakangnya, butuh beberapa
menit untuknya untuk menguasai dirinya kembali. “Naruto…” hanya itu yang keluar dari bibirnya setelah berhasil
menguasai keterkejutannya.
Naruto memasang
cengiran lebarnya dan langsung mengambil tempat disamping Kyuubi, duduk di
kursi yang memang sedari tadi kosong. “Kyuu-ni ! Aku rindu padamu !”
“Heh, ternyata kau
bocah ! untuk apa kau kembali, kukira kau akan selamanya menetap di London.”
Ujar Kyuubi kasar. Namun tak dapat di pungkiri ekspresi senang terpancar dari
wajahnya.
“Bhuu~ Kyuu-nii
kejam, masa itu sambutanmu pada adikmu tersayang ini…” ujar Naruto merajuk. Ia
mengerti walaupun Kyuubi berkata kasar, itu hanya untuk menyembunyikan
rasa senangnya. “Ne, Kyuu-nii, kita
kembali lagi kerumah yuk ! kita tinggal bersama-“
“Tidak!”potong
Kyuubi ketika Naruto hampir menyelesaikan kalimatnya.
“Eh? Kenapa ? aku
ingin kita tinggal bersama lagi, ayolah Kyuu-nii, kumohon !”
“Kubilang tidak ya
tidak. Aku tak akan pernah kembali ke rumah itu.” Geram Kyuubi, mulai kesal
dengan Naruto yang merengek-rengek padanya.
Sama halnya dengan
Kyuubi, Naruto pun juga mulai kesal. Ia tahu, Kyuubi tak akan semudah itu
mengubah keputusannya. Ia pun berpikir kilat cara untuk membuat Kyuubi mau
kembali ke rumah mereka. Dan tak butuh lama bagi Naruto untuk menemukan ide
–yang menurutnya brilliant. Secepat kilat Naruto langsung merampas notebook
Kyuubi dan langsung mengambil langkah menjauh.
“Apa yang kau
lakukan bocah! Cepat kembalikan Notebook-ku!!” teriak Kyuubi kesal, ia sudah
tak peduli jika sekarang ini dirinya sedang berada di perpustakaan.
“Tidak. Notebook
ini akan kusita sampai Kyuu-nii mau kembali lagi kerumah !” balas Naruto sambil
berlari menjauh. Tak ingin mendapat amukan sang kakak untuk saat ini.
-mission 3 : Todai –
Koridor jurusan
fotographi Tokyo University terlihat begitu ramai dengan lalu lalang para
mahasiswanya. Dan suasana itu menjadi lebih riuh lagi ketika dua sosok idola di
jurusan –kampus- itu berjalan melewati mereka. Seorang pemuda dengan perawakan
tinggi, kulit porselen yang membungkus tubuhnya, rambut raven dan mata onyx
yang berkilat tajam. Dan seorang lagi, pemuda dengan rambut hitam panjang yang
diikat diujung dan mata lavender yang terkesan dingin. Mereka berdua tetap stay
cool walaupun hampir dikerubungi oleh para fansgirl mereka. Sang pemuda raven
terus melayangkan deathglare andalannya untuk menghalau para fansnya yang
semakin menggila.
Suasana tetap
berlagsung riuh hingga sebuah teriakan keras menarik seluruh perhatian manusia
yang ada di koridor itu.
“SAAAASSSSUUUU-NIIIIIIIIIII
!!!!!!”sebuah teriakan nyaring membelah keriuhan di moridor itu, diikuti dengan
sekelebat bayangan kuning yang berlari kencang menuju si objek panggilan.
Begitu melihat sang obyek, si pelaku
yang ternyata Naruto segera mempercepat larinya dan segera berhambur memeluk
Sasuke, sang objek.
“SASU-NII ! AKU
MERINDUKANMU ! RINDU ! RINDU ! RINDU ! RINDU SEKALIIIII !!!” ujarnya dalam
pelukan Sasuke yang membeku, belum sepenuhnya menyadari kejadian yang
sebenarnya terjadi. Begitu pula seluruh penghuni koridor ini, yang masih
terpaku dalam keterkejutan dan bertanya-tanya
‘siapa sebenarnya
bocah kuning ini ? berani sekali dia langsung main peluk si Uchiha yang super
dingin ini !’
“Naru…”gumam Sasuke
setelah berhasil mencerna peristiwa yang terjadi. Sasuke langsung melepas
pelukan Naruto dan membawanya menjauhi tempat itu.
Mereka berhenti di
taman sebelah barat gedung auditorium. Tempat yang cukup sepi dan dirasa
memadai –menurut Sasuke. Naruto sendiri tak memprotes perbuatan Sasuke. Sedari
tadi ia hanya memperhatikan Sasuke,mengamati kakak kesayangannya.
“Kenapa kau ada
disini ? bukankah seharusnya kau di London sekarang ?” tanya Sasuke tajam.
Tatapan dinginnya sama sekali tak berubah.
Naruto terdiam
mendengarnya. Bukan karena apa yang ditanyakan Sasuke tetapi lebih karena nada
tajam dan tatapan dingin yang diberikan sang kakak. Padahal sebelumnya, waktu
mereka kecil, sasuke selalu bersikap hangat padanya, apalagi ia terbilang lebih
akrab dengan Sasuke dibandingkan dengan kakak-kakaknya yang lain.
‘Tidak Naru, kau
tak boleh gagal !’uajrnya dalam hati, menyemangati diirnya sendiri.
Naruto
menyunggingkan sentuman tulusnya. “Aku pulang, Sasu-nii ! dan mulai sekarang
aku akan tinggal disini.”
“Hn. Sekarang katakan
apa maumu !” kata Sasuke to the point.
“Umm… aku ingin
kita tinggal bersama lagi di rumah yang dulu, aku juga sudah menghubungi
Ita-nii dan Kyuu-nii, aku yakin mereka pasti juga setuju. Jadi… jadi kuharap
Sasu-nii juga mau kembali.”
Tatapan dingin
Sasuke semakin menajam dan menghujam si
adik. Kenangan-kenangan yang selama ini ingin dilupakannya kini kembali
berputar kembali dalam otaknya.
“Tidak. Tak pernah
sekalipun terpikir olehku untuk kembali ke rumah itu. Dan dari mana kau tahu
mereka juga mau kembali ?”
“Me…mereka pasti
mau ! Sasu-nii juga, pokoknya Sasu-nii harus kembali ke rumah !” uajar Naruto
tak mau kalah.
“Jangan sembarangan
kau. Jangan mentang-mentang kau adikku kau jadi bertingkah egois, kita sudah
punya kehidupan sendiri-sendiri, jadi urusi saja urusanmu sendiri. Jangan ikut
campur kehidupanku. Kau tak punya hak untuk melakukannya.” Kata Sasuke dingin.
Setelah terdiam selama beberapa saat ia berbalik, mengambil langkah hendak
meninggalkan tempat itu. Sasuke sempat melihat ekspresi terluka diwajah Naruto
sebelum ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dan tak dapat dipungkiri rasa
bersalah mulai menyusup kedalam hatinya. Tapi tak ada yang dapat dilakukannya,
ia tak dapat melunakkan sikapnya. Karena bagaimanapun ia tidak sanggup kemabali
ke rumah itu dan menghadapi kenangan-kenangan yang siap menyergapnya kapan saja
dirumah itu.
Naruto mengeratkankan
genggaman tanganya sambil berujar lirih yang masih dapat didengar Sasuke.
“Tidak peduli. Walaupun harus bersikap egois sekalipun, aku ingin semuanya
kembali lagi.” Tiba-tiba Naruto mengangkat kepalanya dan berlari menerjang
Sasuke, menyambar tas kamera yang ditentengnya dan membawanya pergi.
“Aku akan
menghancurkan kamera ini, jika Sasu-nii tetap bersikap pengecut seperti ini dan
tidak mau kembali kerumah.” Seru Naruto sebelum berlari menjauh.
Naruto dengan
langkah gontai berjalan menuju rumahnya. Dan menemukan rumah itu masih kosong
seperti saat ia pergi tadi pagi. Dengan malas ia membuka pintu depan dan
langsung menghempaskan tubuhnya ke sofa. Berharap rasa lelah, putus asa,
kecewa, dan rasa bersalah yang dirasakannya menghilang. Ia menyandarkan
kepalanya disandaran sofa dan perlahan menutup matanya. Dan tak butuh waktu
lama baginya untuk tertidur.
Dengan langkah
enggan Itachi melangkahkan kakinya menyusuri jalan yang terasa sangat familiar
baginya, jalan yang sudah tujuh tahun ini tak pernah di lewatinya lagi. Dan
sejujurnya, saat ini pun ia berharap tidak melewati jalan ini lagi. Dua
tikungan sebelum tempat yang ia tuju, Itachi dikejutkan dengan dua sosok yang
berjalan dari arah yang berlawanan dengan dirinya. Kedua sosok itu juga
terlihat terkejut melihat Itachi. Sosok berambut orange kemerahan melambaikan
tangannya dengan malas.
“Yo, keriput!”
“Hn” sapa sosok
berambut raven yang berdiri disamping Kyuubi, Sasuke.
Itachi segera
menghampiri kedua adiknya. “Sepertinya kita senasib.”
“Yeah. Dan ini
semua gara-gara anak kurang ajar itu !” gerutu Kyuubi sambil menyusul Sasuke
yang telah berjalan mendahului mereka.
Selanjutnya
perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan. Mereka memang bersaudara dan
tinggal di kota yang sama, tapi sejak mereka dipisahkan tujuh tahun lalu
hubungan mereka menjadi semakin jauh. Bahkan bila dilihat dari mata orang
asing, mereka terlihat seperti orang asing yang baru berkenalan dan berjalan
bersama. Tak lama mereka sampai di depan sebuah rumah bergaya inggris dengan dua
lantai. Mereka terus terdiam di depan gerbang rumah itu. Bimbang dan ragu-ragu.
Dan dengan satu helaan nafas berat Kyuubi memimpin kedua saudaranya untuk
memasuki rumah itu.
Langkah pertama
mereka di halaman rumah itu, membangkitkan semua memori tentang rumah itu.
Menyingkap perasaan rindu yang selama ini mereka tutupi –tak dipedulikan.
Langkah demi langkah yang mereka ambil terasa semakin berat. Hingga akhirnya
mereka sampai di depan sebuah pintu ganda berwarna coklat. Butuh beberapa menit
sebelum Itachi membulatkan tekadnya membuka pintu rumah itu. Dan pemandangan
rumah –ruang tamu- yang begitu familiar kini terpampang didepan mereka. Tak ada
yang berubah. Penataan ruang dan dekorasi di ruangan itu sama sekali tak
berubah sejak tujuh tahun lalu.
Tiba-tiba mata onyx
Sasuke melihat surai pirang yang menyembul dari balik sofa. Perlahan ia
mendekati sofa itu. Memastikan pemiliknya memang benar orang yang ia pikirkan.
Dan terlihatlah seorang malaikat pirang tengan tertidur dengan lelap tak
menyadari kehadiran ketiga orang itu. Ada perasaan rindu dihati Sasuke ketika
melihat wajah tidur sang adik. Sudah tujuh tahun lamanya ia tak melihat wajah
menggemaskan ini. Padahal dulu hampir setiap hari ia melihatnya.
Kyuubi dan Itachi
bergerak mendekati Sasuke dan melihat pemandangan yang sama dengannya.
Merasakan perasaan yang sama dengannya. Sesaat mereka saling pandang dan
membuat persetujuan antara satu dengan yang lain.
“Ngghhh… Kaa-chan…
Nii-chan…” tiba-tiba keheningan dalam ruangan itu terganggu oleh igauan Naruto,
ia terlihat bergerak gelisah dalam tidurnya. Tanpa di aba-aba tangan Itachi
terulur dan mengelus rambut pirang Naruto dengan lembut. Perlahan Naruto
kembali tenang dan lelap kembali.
“Hhh…dia tidur
tanpa mengunci pintu. Tidak mungkin meninggalkan dia sendiri dengan tingkat
kecerobohan parah seperti ini…” gerutu Kyuubi yang langsung menhempaskan
dirinya di salah satu sofa single.
Itachi tersenyum
tipis dan mengikuti Kyuubi duduk disalah satu sofa “ Kau benar.”
“Hn”
Dan gumaman khas
Uchiha kembali keluar dari bibir tipis Sasuke. Ia tetap berdiri di tempatnya,
memperhatikan wajah tidur Naruto. Perasaan menyesal yang tadi ia rasakan kini
muncul kembali…
‘Tak seharusnya aku
berkata sekasar itu padanya…’
Naruto bangun
dengan perasaan yang sulit digambarkan. Perasaan bahagia yang membuncah di
hatinya terwujud dalam senyum lebar dan pelukan erat yang ia tujukan untuk
ketiga kakaknya. Sangat membahagiakan bila saat kau bangun kau menemukan ketiga
orang yang sangat kau rindukan berada di sampingmu dan menemanimu. Dan itulah
yang dirasakan Naruto sekarang.
“Jadi kalian
benar-benar kan kembali ke rumah ini kan ?” tanya Naruto penuh harap.
“Tentu saja,
Naru-chan !” sahut Itachi sambil mengusap kepala Naruto.
“Tak mungkin
membiarkan orang ceroboh dan bodoh sepertimu tinggal sendiri.” Gerutu Kyuubi
yang disambut dengan ekspresi cemberut oleh Naruto.
“Sasu-nii ?” tanya
Naruto ketika Sasuke tak kunjung memberi jawaban.
“Hn”
Hanya jawaban
Sasuke, sebelum ia naik kelantai dua, menuju kamar yang telah ditinggalkannya
selama tujuh tahun ini.
“uhhhh… Sasu-nii
jadi dingin…” keluh Naruto melihat sikap Sasuke.
“Haha, kau harus
bisa memakluminya Naru, Sasuke telah melalui masa-masa yang berat.” Uajr Itachi
mencoba menjelaskan pada Naruto tentang kondisi Sasuke.
“Hhhh… aku harap
Sasu-nii bisa kembali seperti dulu… “gumam Naruto. “Ah, jadi malam ini kalian
akan mulai tinggal disini kan ?” tamya Naruto dengan puppy ayes andalannya.
“Tentu saja.”
Lagi-lagi hanya Itachi yang menjawab. Sedangkan Kyuubi, ia hanya mendengus dan
langsung naik ke lantai dua. Sejujurnya memang masih berat bagi mereka untuk
tinggal lagi di rumah ini tapi melihat Naruto yang begitu antusias, mereka
merasa tak tega untuk mengecewakan si bungsu lagi.
Pagi hari yang
cerah kembali menyapa kediaman keluarga Uchiha setelah tujuh tahun tak
berpenghuni, kini rumah itu terlihat lebih hidup dengan kembalinya keempat
putra keluarga Uchiha. Terutama berkat teriakan sang bungsu yang menambah
keramaian pagi di kediaman itu.
“Anikkkiiiiiiii!!!
SAATNYA SARAPAN !?” Seru Naruto dari lantai bawah memanggil dua orang kakaknya
yang belum juga turun ke ruan makan.
“Berisik, bocah!
Pagi-pagi jangan teriak-teriak sekeras itu dengan suara cemprengmu itu!” dan
mendapat sambutan ucapan ketus dan pukulan telak di kepala dari sang kakak
kedua, yang baru saja turun.
Naruto
meggembungkan pipinya kesal, “Habis…Kalian tidak turun-turun sih, aku kan sudah
menyiapkan sarapan kita.”
“Memang kau membuat
apa ?” tanya Kyuubi penasaran.
“Ramen instan
hehe…” ujar Naruto dengan wajah innocent yang sungguh membuat Kyuubi ingin
menenggelamkan sang adik tercinta di Samudra Pasifik.
“Hhh…ternyata kau
masih maniak makanan tak sehat itu. “ kata Kyuubi dengan nada frustasi. Ia
benar-benar tak habis pikir kenapa si bungsu ini bisa tergila-gila dengan
makanan berlemak dan tidak sehat itu. “Hei, si Keriput mana ?” tanya Kyuubi
tiba-tiba, dan dengan tidak sopannya menyebut sang kakak dengan keriput.
“Ita-nii? Dia sudah
pergi dari lima belas menit lalu, ada rapat katanya.” Sahut Naruto sambil
melahap sarapan paginya, miso ramen dengan tambahan topping di atasnya.
Mendengar jawaban
Naruto Kyuubi hanya menaikkan alisnya, lalu beralih pada segelas jus apel
diatas meja, yang memang telah dipersiapkan Naruto khusuh untuk Kyuubi
–disampingnya masih ada segelas jus tomat yang dipersiapkan untuk Sasuke, dan
meneguknya hingga habis.
“Aku tidak sarapan.
Aku ada janji dengan temanku jadi kemungkinan hari ini pulang malam.” Ujar
Kyuubi sambil berlalu ke pintu depan.
“Ah, iya. Hati-hati
di jalan Kyuu-nii !” teriak Naruto dari ruang makan. Tak mengindahkan
peringatan dari Kyuubi tadi.
Lima menit kemudian
Naruto sudah menghabiskan sarapan paginya tepat ketika Sasuke memasuki ruang
makan itu. Dengan wajah stoic ia memperhatikan ruang makan itu, namun
dibaliknya ia tengah larut dalam kenangan yang tercipta di ruangan ini dulu.
Dan tak urung hal itu membuat moodnya semakin down.
“Sasu-nii, Ohayou
!” sapa Naruto dengan semangat full.
“Hn. Kemana mereka
?”
“Ita-nii dan
Kyuu-nii ? mereka sudah berangkat. Sasu-nii mau sarapan? Aku sudah-“
“Tidak.” Potong
Sasuke sebelum Naruto sempat menyelesaikan kalimatnya. “Aku ada kelas pagi jadi
harus segera berangkat.” Lanjutnya dan sama seperti Kyuubi sambil berlalu ke
pintu depan.
“Umm, iya selamat
jalan Sasu-nii !” ujar Naruto mengantar kepergian sang kakak. Namun kali ini
suaranya tidak sesemangat saat mengantar Kyuubi tadi. Jujur saja, sebenarnya ia
merasa kecewa dengan sikap dingin yang ditunjukkan Sasuke, ia merasa kehilangan
sosok ‘Sasu-nii’-nya.
Setelah Sasuke
benar-benar pergi, Naruto menghela nafas panjang dan memandang tiga mangkuk
ramen dan segelas jus tomat yang sama sekali belum disentuh. Awalnya ia
menyiapkan semua itu untuk Sarapan bersama kakak-kakaknya. Namun apa daya,
ternyata semua tidak berjalan sesuai dengan rencananya. Itachi hanya meminum
jus tomatnya, begitu pula dengan Kyuubi hanya meminum jus apel. Dan Sasuke…
dialah yang paling membuat kecewa Naruto, Sasuke sama sekali tak menyentuh
makanan dan minuman yang disiapkan Naruto. Atau bahkan mungkin ia malah tak
mneyadarinya. Naruto hanya tersenyum getir mendapati usahanya yang gagal.
Naruto termenung
selama beberapa saat. Lalu membereskan sisa sarapan mereka. Biarpun usahanya
kali ini gagal, namun ia tak akan menyerah. Ia pasti berhasil mengembalikan
keluarga mereka seperti dulu. Pasti !!
“YOSH!!!!Uchiha
Naruto tak kenal kata menyerah!!!!”
To be Continued :*